Kadjiro – Hak waris adalah hak yang dimiliki seseorang untuk menerima bagian dari harta peninggalan pewaris berdasarkan hubungan darah maupun perkawinan. Di dalam hukum Indonesia, hak waris diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), hukum adat dan hukum islam.
Lalu, bagaimana jika pewaris atau ahli warisnya berkewarganegaraan asing? Hal ini tentu menimbulkan permasalahan tersendiri terkait dengan penerapan hukum yang berlaku. Yuk, mari simak ulasan selengkapnya di bawah ini.
Ketentuan Hukum
Hukum Perdata Internasional Indonesia menganut asas lex personalisasi yang berarti hukum kewarisan mengikuti hukum kewarganegaraan si pewaris. Jadi, jika pewaris berkewarganegaraan Indonesia, warisannya tunduk pada hukum di Indonesia. Sebaliknya jika pewaris berkewarganegaraan asing, warisannya tunduk pada hukum negara asal pewaris tersebut.
Ketentuan ini terdapat di dalam yurisprudensi Mahkamah Agung Tahun 1968 yang menyatakan bahwa penyelesaian hukum tentang warisan bagi orang asing yang meninggal dunia di Indonesia tunduk pada hukum kewarganegaraannya. Dengan demikian, pengadilan Indonesia harus menerapkan hukum waris negara asal pewaris asing untuk menyelesaikan pewaris berkewarganegaraan asing.
Namun dalam prakteknya, penerapan hukum asing di Indonesia masih menimbulkan kesulitan. Kesulitan terbesarnya adalah pembuktian isi hukum asing di persidangan karena minimnya referensi hukum asing yang tersedia. Maka dari itu, majelis hukum seringkali menerapkan hukum Indonesia meski seharusnya tunduk pada hukum asing.
Sementara itu, bagi ahli waris berkewarganegaraan asing, ia masih tetap bisa mewaris dari pewaris warga negara Indonesia selama memenuhi syarat sebagai ahli waris sah sesuai dengan ketentuan hukum waris di Indonesia. Pasal 852 KUHPerdata yang mengatur tentang ahli waris menyatakan bahwa anak-anak dari pewaris tetap berhak mewaris dari orang tuanya tanpa memandang latar belakang perkawinannya, baik kewarganegaraannya.
Namun demikian, ahli waris negara asing akan menghadapi kendala di dalam menerima bagian harta warisan berupa tanah. Pasal 21 ayat (3) UUPA melarang warga negara asing mempunyai hak atas tanah, terkecuali mendapat izin Menteri Agraria. Akibatnya, ahli waris warga negara asing harus melepaskan hak milik atas tanah warisan tersebut kepada sesama WNI di dalam jangka waktu (1) tahun sejak hak waris itu diperoleh. Menyikapi larangan tersebut, kepemilikan tanah oleh warga negara asing ini, ada beberapa solusi yang bisa dilakukan, yaitu :
- Ahli waris berkewarganegaraan asing menjual tanah warisan kepada negara Indonesia dalam jangka waktu 1 tahun.
- Ahli waris berkewarganegaraan asing mengalihkan hak milik tanah warisan kepada kerabat yang berkewarganegaraan Indonesia.
- Ahli waris berkewarganegaraan asing melepaskan hak milik tanah warisan, sehingga tanah tersebut jatuh kepada negara.
Status Ahli Waris dari Perkawinan Campuran
Lalu bagaimana jika ahli waris warga negara asing adalah anak hasil perkawinan campuran antara negara Indonesia dan asing? Anak tersebut berstatus kewarganegaraan ganda hingga usia 18 tahun atau sudah menikah. Di dalam rentang waktu tersebut, anak berkewarganegaraan ganda dianggap sama statusnya dengan warga negara Indonesia. Dengan demikian, ia berhak atas seluruh harta warisan orang tuanya, termasuk tanah.
Namun kembali lagi, setelah berusia 18 tahun anak wajib memilih status kewarganegaraan. Jika memilih warga negara asing, maka ia harus menjual, melepaskan atau mengalihkan hak milik atas tanah warisan yang sudah didapatkan sebelumnya kepada pihak lain yang berkewarganegaraan Indonesia. Sebaliknya jika memilih tetap menjadi warga negara Indonesia, maka ia tetap berhak mempunyai hak milik atas tanah warisan orang tuanya.
Pewaris dan Ahli Waris Ditinjau dari Perspektif Hukum
Berikut adalah pilihan hukum waris yang memungkinkan diterapkan bagi pewaris atau ahli waris negara asing di Indonesia :
-
Hukum Perdata
Hukum waris menurut KUHPerdata berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia keturunan Eropa dan Timur Asing. Sistem warisannya adalah bilateral yang memungkinkan garis keturunan laki-laki dan perempuan sama-sama berhak mewaris. Bagian masing-masing ahli waris diatur secara rinci di dalam KUHPerdata.
-
Hukum Adat
Hukum waris adat beraneka ragam antar daerah di Indonesia, namun umumnya menganut sistem patrilineal yang memberikan hak waris kepada garis keturunan laki-laki. Pewaris hanya bisa diwarisi keluarga sedarah di dalam garis laki-laki ke atas atau kebawah.
-
Hukum Islam
Hukum kewarisan Islam di Indonesia berpedoman kepada Kompilasi Hukum Islam (KHI). Sistem kewarisannya patrilineal tapi memberikan porsi warisan juga kepada anak perempuan meski kurang dari anak laki-laki. Hukum kewarisan Islam sangat rinci mengatur besaran pada bagian masing-masing ahli waris.
-
Hukum Campuran
Di beberapa daerah di Indonesia berlaku sistem hukum waris campuran yang merupakan perpaduan dari hukum adat, hukum islam atau hukum perdata berat. Misalnya, kombinasi hukum islam dan hukum adat.
Bagi pewaris atau ahli waris warga negara asing, pilihan hukum warisnya adalah yang sesuai dengan kewarganegaraan si pewaris. Sedangkan asas, sistem atau pembagian warisannya akan disesuaikan dengan aturan hukum waris yang berlaku di negaranya.
Namun, jika mengandung unsur tanah di Indonesia, tetap harus memperhatikan larangan pemilik tanah oleh warga negara asing di UUPA. Hal ini membuat hak waris dari warga negara asing terbatas, yaitu tidak bisa sepenuhnya mempunyai seluruh harga peninggalan termasuk tanah sebagai hak milik. Solusinya adalah mentransfer kepemilikan tanah ke pihak lain yang berkewarganegaraan Indonesia atau melepas hak milik atas tanah tersebut supaya tidak jatuh kepada negara.
Sekian penjelasan lengkap mengenai ketentuan hak waris dari ahli waris negara asing. Semoga penjelasan di atas bisa membantu dan bermanfaat, ya.