Kadjiro – Pernahkah Anda mendengar istilah pencemaran nama baik? Pencemaran nama baik atau defamation adalah tindakan yang menyerang kehormatan seseorang dengan cara menyatakan sesuatu, baik secara lisan atau tulisan. Bahkan, menurut Undang-Undang No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana yang sudah diubah dengan Undang-Undang No.29/2016 (UU ITE), orang yang mendistribusikan atau membuat konten berisi penghinaan atau pencemaran nama baik termasuk dalam tindakan pencemaran nama baik yang pelakunya diancam dengan hukuman pidana penjara dan denda.
Di era digital seperti sekarang, kasus pencemaran nama baik banyak sekali ditemukan dan khususnya melalui media sosial atau media digital lainnya. Pada kesempatan kali ini, kami akan menjelaskan lebih detail mengenai hukum dan kasus pencemaran baik melalui media digital.
Pencemaran Nama Baik Secara Umum
Sebelum masuk ke penjelasan mengenai kasus pencemaran nama baik, Anda harus memahami beberapa unsur dari pencemaran nama baik secara umum, yaitu:
- Pertama, tindak pidana di dalam nama baik adalah delik pidana aduan. Pencemaran nama baik masuk ke dalam kategori delik aduan karena penilaian terhadap tindakan pencemaran nama baik sangat bergantung pada pihak yang diserang naam baiknya. Tindak pidana pencemaran nama baik hanya bisa diproses oleh pihak berwenang jika terdapat pengaduan dari korban pencemaran.
- Kedua, pencemaran nama baik dilakukan melalui penyebaran informasi. Artinya, di dalam suatu konten terdapat substansi yang berisi pencemaran yang disebarluaskan kepada umum atau dilakukan di depan umum oleh pelaku.
Pencemaran Nama Baik Sebagai Tindak Pidana
Di Indonesia, secara garis besar tindakan pencemaran nama baik diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU ITE. Definisi dan tafsiran pencemaran nama baik merujuk pada aturan yang ada di dalam KUHP, sedangkan di dalam UU ITE lebih diatur mengenai media atau cara pencemaran nama baik dilakukan.
-
Berdasarkan KUHP
Dalam KUHP, istilah pencemaran nama baik dikenal dengan istilah “penghinaan” yang diatur secara khusus di dalam Bab XVI tentang penghinaan yang dimuat dalam Pasal 310 hingga Pasal 321 KUHP. Menurut R.Soesilo dalam bukunya yang berjudul KUHP serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, “menghina” bisa diartikan sebagai menyerang kehormatan dan nama baik seseorang.
Adapun kehormatan yang dimaksud berkaitan dengan rasa malu seseorang. Menurut, R.Soesilo, penghinaan di dalam KUHP dibagi menjadi 6 jenis, yaitu :
- Penistaan (Pasal 310 ayat (1) KUHP), yaitu perbuatan menuduh seseorang sudah melakukan perbuatan tertentu yang bertujuan supaya tuduhan tersebut diketahui oleh banyak orang.
- Penistaan dengan surat (Pasal 310 ayat (2) KUHP), yaitu perbuatan tuduhan tersebut dilakukan secara tertulis.
- Fitnah (Pasal 311 KUHP), yaitu apabila perbuatan yang dituduhkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 310 KUHP tidak benar.
- Penghinaan Ringan (Pasal 315 KUHP), yaitu jika penghinaan dilakukan di tempat umum yang berupa kata-kata makian yang sifatnya menghina atau berupa perbuatan.
- Pengaduan palsu atau pengaduan fitnah (Pasal 317 KUHP).
- Perbuatan fitnah (Pasal 318 KUHP)
Adapun saksi dari masing-masing perbuatan tersebut berbeda-beda dan tergantung dari jenis pencemaran nama baik yang dilakukan.
-
Berdasarkan UU ITE
UU ITE lebih menekankan pada media atau cara dari pencemaran nama baik tersebut dilakukan. Hal tersebut diatur di dalam pasal 27 ayat (3) UU ITE, yaitu :
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik.”
Jika Anda melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud di Pasal 27 ayat (3) UU ITE, maka Anda akan dikenakan ancaman pidana penjara paling lama (4) tahun dan atau denda paling banyak 750 Juta. Adapun berdasarkan penjelasan pasal tersebut, definisi pencemaran nama baik mengacu pada pencemaran nama baik atau fitnah yang diatur dalam KUHP. Tidak terbatas pada pencemaran nama baik, UU ITE juga mengatur mengenai ujaran kebencian yang mengandung SARA yang diatur lebih lanjut di dalam Pasal 28 Ayat (2) UU ITE sebagai berikut :
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).”
Pelanggaran atas perbuatan yang dimaksud pasal 28 ayat (2) UU ITE ini diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak 1 miliar. Dalam UU ITE 2008, pencemaran nama baik adalah delik atau tindak pidana biasa yang bisa diproses secara hukum meski tidak adanya pengaduan dari korban.
Namun, ketentuan ini sudah mengalami perubahan yang sudah diatur didalam UU ITE 2016. Dimana, dalam UU ITE 2016, tindak pidana pencemaran nama baik berubah menjadi delik aduan (klacht delic) yang mengharuskan korban membuat pengaduan pihak yang berwajib.
Menurut Putusan MK 50/PUU-VI/2008 disebutkan bahwa ketentuan pencemaran nama baik menjadi tindak pidana aduan tidak bisa dipisahkan dari normal hukum pokok dalam Pasal 310 dan pasal 311 KUHP yang mensyaratkan adanya pengaduan (klacht) untuk bisa dituntut dihadapan Pengadilan.
Maka dari itu, jika Anda mendapatkan kasus pencemaran nama baik, Anda harus melakukan pengaduan ke pihak yang berwenang. Karena kasus pencemaran nama baik hanya akan diproses jika pihak yang menjadi korban melakukan pelaporan atas kasus tersebut.
Demikian penjelasan lengkap mengenai hukuman pencemaran nama baik. Semoga informasi diatas bisa membantu dan bermanfaat, ya.