Kadjiro – Di dalam hal-hal seperti kontrak, jual beli atau urusan tertentu yang penting, orang-orang yang berkepentingan bisa membuat sebuah surat perjanjian. Surat perjanjian sendiri bukan sekedar surat yang berisi kesepakatan dari pihak-pihak terlibat, tapi juga tanda tangan yang melambangkan persetujuan terhadap perjanjian.
Pada umumnya, surat-surat perjanjian ditandatangani di atas materai. Lalu, apakah fungsi materai pada surat perjanjian? Simak penjelasan dibawah ini sampai dengan selesai, ya.
Materai dan Surat Perjanjian
Sebelum mengetahui fungsi pada surat perjanjian, terlebih dahulu kenali pengertian materai dan perjanjian. Meterai merupakan pajak yang dibebankan pada suatu dokumen yang bersifat perdata. Selain itu, menurut UU No.10 Tahun 2020, materai bisa digunakan pada dokumen yang menjadi alat bukti di pengadilan, akta terbitan PPAT, surat berharga, surat transaksi dan dokumen yang memuat nominal di atas lima juta rupiah. Namun demikian, ada pula dokumen yang tidak membutuhkan materai, seperti ijazah, tanda terima gaji (termasuk tunjangan dan pensiun), kwitansi, surat gadai dan bukti pembagian keuntungan bunga.
Sementara itu, perjanjian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) adalah perbuatan yang melibatkan satu orang maupun lebih yang mengikatkan diri mereka dengan orang lain. Sebuah surat perjanjian nantinya akan membuat baik hak atau kewajiban dari pihak-pihak yang terlibat.
Layaknya undang-undang yang harus dipatuhi oleh negara, sebuah perjanjian harus dipatuhi oleh pihak-pihak yang terlibat. Adanya perjanjian juga bisa menjadi alat bukti ketika terjadi masalah sengketa.
Fungsi Materai dalam Surat Perjanjian
Secara umum, fungsi materai adalah memberikan nilai hukum untuk suatu dokumen. Dokumen yang mempunyai materai bisa dianggap sah saat menjadi alat bukti di pengadilan. Selain itu, adanya materai juga menandakan adanya pajak di suatu dokumen.
Pembuatan surat perjanjian umumnya menggunakan materai. Adapun fungsi penggunaan materai di surat perjanjian kurang lebih sama dengan yang sudah disebutkan diatas. Namun demikian, penggunaan materai di surat perjanjian tidak semata-mata membuat sebuah surat perjanjian menjadi sah.
Apabila dijelaskan secara lebih rinci, ada tiga fungsi material yang Anda perlu ketahui di dalam surat perjanjian. Berikut adalah penjelasan selengkapnya :
-
Materai adalah Bukti Pajak Suatu Dokumen
Pasal 3 ayat (2) huruf e UU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai menyampaikan bahwa fungsi materai adalah untuk pemungutan pajak atas suatu dokumen. Adapun pajak yang dipungut dari dokumen tersebut hanya dikenakan sebanyak satu kali saja.
Seperti yang sudah disampaikan di dalam UU Bea Materai tahun 2020, besaran bea materai yang kini ditetapkan oleh pemerintah adalah sebesar Rp10.000,00. Sebelumnya, bea meterai yang dikenakan oleh pemerintah adalah sebesar Rp6.000,00. Masih dalam pasal dan ayat yang sama, ada berbagai jenis dokumen yang harus menggunakan materai di dalam proses pengesahan, yaitu :
- Surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkaiannya.
- Akta notaris beserta grosse, salinan dan kutipan.
- Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) beserta salinan dan kutipannya.
- Surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apapun.
- Dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
- Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang dan grosse risalah lelang.
- Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5.000.000,00 yang menyebutkan penerimaan uang atau berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya sudah dilunasi atau diperhitungkan.
- Dokumen lain yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah.
-
Materai Tidak Menjadi Penentu Sah Tidaknya Sebuah Perjanjian
Seperti yangs udah disebutkan sebelumnya, pembubuhan materai tidak membuat sebuah surat perjanjian menjadi sah secara hukum. Namun, sebuah surat perjanjian bisa menjadi sah di mata hukum ketika memenuhi empat hal sebagaimana dimuat dalam KUHPerdata Pasal 1320, yaitu syarat kesepakatan, kecakapan, objek dan halal. Berikut adalah penjelasan terkait empat hal tersebut
Kesepakatan | Kesepakatan bisa diartikan sebagai kehendak bebas dari pihak yang terlibat yang disatukan di dalam perjanjian dan disetujui bersama-sama. Di dalam perjanjian, kesepakatan harus dicapai tanpa adanya paksaan, penipuan atau kekhilafan. Di dalam pembuatan surat, umumnya pihak-pihak yang terlibat akan bersama-sama menyatakan kesepakatan sesuai dengan hal yang ingin dimuat. |
Kecakapan | Agar sebuah perjanjian menjadi sah di mata hukum, pihak-pihak yang terlibat harus merupakan orang yang cakap. Selain itu, mereka yang cakap menurut hukum adalah orang-orang dengan usia minimal 18 tahun atau sudah menikah. |
Objek | Perjanjian tentu membutuhkan objek tertentu supaya bisa terlaksana. Apabila suatu perjanjian menjadi masalah di pengadilan, maka hakim akan mencari objek dari perjanjian tersebut. Apabila tidak ditemukan hal yang menjadi objek, maka perjanjian dinyatakan batal. |
Halal | Agar sah di mata hukum, sebuah perjanjian harus dibuat oleh alasan atau sebab yang halal. Artinya, hal-hal yang menjadi landasan perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang hukum, nilai kesopanan dan ketertiban umum. |
Keempat syarat di atas dibagi menjadi dua kelompok. Kesepakatan dan kecakapan disebut sebagai syarat subjektif, karena berkaitan dengan pihak yang menjadi subjek perjanjian. Sedangkan, objek dan halal disebut sebagai syarat objektif karena berhubungan dengan objek di dalam perjanjian.
-
Materai Sebagai Alat Bantu Dokumen saat Menjadi Bukti Pengadilan
Saat menjalani proses pengadilan yang berhubungan dengan sebuah perjanjian, dokumen perjanjian menjadi suatu hal penting yang digunakan sebagai bukti. Akan tetapi, Anda harus memastikan bahwa dokumen yang akan digunakan sebagai bukti sudah ditempeli materai.
Pasalnya, materai menjadi sangat penting untuk menjadikan dokumen bisa digunakan sebagai bukti di dalam sebuah pengadilan. Apabila sebuah dokumen yang akan digunakan sebagai bukti belum dibubuhi materai, Anda harus melakukan proses pemeteraian kemudian. Lalu, apa yang dimaksud dengan pemeteraian kemudian?
Pemeteraian kemudian merupakan sebuah proses pemberian materai bagi dokumen yang akan digunakan sebagai barang bukti di dalam sebuah pengadilan. hal tersebut sudah diatur di dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan No.70/PMK/03/2014 tentang Tata Cara Pemeteraian Kemudian. Proses pemeteraian kemudian sendiri bisa dilakukan dengan memberi materai tempel atau menggunakan surat setoran pajak. Adapun proses permateraian kemudian tidak perlu dilakukan apabila dokumen yang digunakan sebagai bukti di pengadilan sudah dikenai bea meterai yang sesuai dengan ketentuan undang-undang tentang bea materai.
Demikian penjelasan mengenai fungsi materai di dalam surat perjanjian. Semoga penjelasan diatas bisa membantu dan bermanfaat, ya.