Kadjiro – Saat ini kata Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sudah tidak lagi menjadi hal yang asing untuk dibicarakan dalam masyarakat hukum Indonesia, terutama dengan maraknya TPPU yang terjadi di tanah air selama beberapa tahun terakhir. Melansir dari dari data yang kami dapatkan di laman resmi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, sejak tahun 2014 hingga bulan September 2024 tercatat sejumlah 159 kasus Tindak Pidana Pencucian Uang di berbagai Pengadilan di Republik Indonesia.
Tindak pidana pencucian uang adalah jenis tindak pidana yang sangat merugikan masyarakat Indonesia sehingga harus dicegah. Berdasarkan data Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia, jumlah kerugian negara di tahun 2023 akibat Tindak Pencucian Uang mencapai Rp525.415.553.559.
Sehingga tindak pidana tersebut harus dicegah demi melindungi perekonomian negara. Di dalam kesempatan kali ini akan membahas mengenai definisi, dasar hukum, berbagai bentuk, ancaman pidana kasus pencucian uang di Republik Indonesia.
Apa Itu Pencucian Uang dan Dasar Hukumnya?
Kata pencucian uang berasal istilah bahasa Inggris money laundering yang berarti upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang didapat dari tindak pidana. Sebagai salah satu jenis tindak pidana di Indonesia, TPPU diatur dalam ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Undang-Undang tersebut mengatur mengenai definisi TPPU, jenis tindak pidana yang menjadi media untuk mendapatkan harta, tindak pidana yang menjadi media untuk mendapatkan harta, tindak pidana lain yang terkait, pelaporan dan pengawasan terhadap TPPU dan lain-lain terkait TPPU. Beberapa ketentuan Pasal Undang-Undang tersebut dicabut oleh ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, yaitu ketentuan Pasal 2 ayat 1, Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.
Bentuk dan Modus Pencucian Uang
Mengacu pada data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Republik Indonesia (PPATK RI), maka terdapat dua bentuk TPPU di Indonesia yaitu TPPU Pasif dan aktif. TPPU Pasif merupakan TPPU yang dilakukan dengan menerima atau menguasai penempatan, transfer pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran dan menggunakan harta yang diduga didapatkan melalui Tindak Pidana sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 607 angka 1 huruf (C) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023.
Sedangkan TPPU aktif merupakan TPPU yang dilakukan dengan cara mengikuti ketentuan Pasal 607 angka 1 huruf (a) dan (b) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 dan dilakukan dengan cara sebagai berikut demi menyamarkan asal usul dari uang yang didapatkan melalui tindak pidana adalah:
- Menempatkan.
- Mentransfer.
- Mengalihkan.
- Membelanjakan.
- Membayar.
- Menghibahkan.
- Menitipkan.
- Membawa ke luar negeri.
- Mengubah bentuk.
- Menukarkan dengan mata uang dan Surat Berharga.
- Menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak atau kepemilikan yang sebenarnya.
Dengan melakukan berbagai perbuatan tersebut meski tahu atau setidaknya mengira bahwa harta tersebut diperoleh dari Tindak Pidana, maka yang bersangkutan sudah melakukan TPPU aktif. Bisa disimpulkan bahwa di TPPU Pasif, pelaku hanya menerima atau menggunakan dan bukan melakukan perbuatan seperti mengirim atau memindahkan dana seperti di TPPU aktif.
Jenis tindak pidana yang bisa menjadi sarana untuk mendapatkan uang tersebut diatur di dalam ketentuan Pasal 607 angka 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 dengan setidaknya terdapat 24 jenis tindak pidana dari berbagai bidang, seperti korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, terorisme dan tindak pidana lainnya sebagaimana sudah diatur dalam ketentuan Pasal tersebut.
Ancaman Hukuman Tindak Pidana Pencucian Uang
Berdasarkan ketentuan Pasal 607 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, maka pelaku dari TPPU Aktif sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 607 angka 1 huruf (A) dan (B) Undang-Undang tersebut akan dikenakan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda sebesar Dua hingga Lima Miliar Rupiah. Sedangkan, pelaku TPPU Pasif sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 607 angka 1 huruf (C) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan pidana denda paling banyak dua miliar rupiah.
Kesimpulan
Pencucian uang merupakan tindakan serius yang berdampak luas terhadap perekonomian dan masyarakat. Melalui artikel ini, kita sudah membahas mengenai definisi, dasar hukum, berbagai modus dan ancaman hukuman bagi para pelaku pencucian uang. Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai pencucian uang, kita diharapkan bisa lebih waspada dan mendukung upaya pemberantasan tindak pidana ini, ya.